BerandaĀ» Karya Sastra Ā» Prosa Ā» CERITA RAKYAT DALAM BAHASA DAERAH@PAGARALAM-SUMSEL. CERITA RAKYAT DALAM BAHASA DAERAH@PAGARALAM-SUMSEL. Jumat, 25 Di dusun lembak lah ade puskes, uji ade dutore di sane. Nangkahlah aku batak Takim ke sane. Batak besuntik kudai. "Ude amu lukitu, aku kah ndulu" Kate Endung sambel nyinjat serindak ngah SukuBatak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, berdasarkan sensus dari Badan Pusat Satistik pada tahun 2010.Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di provinsi Sumatera Utara.Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak/Dairi 1 Sejarah Batak Asli. Cerita Si Raja Batak, dalam versi aslinya, bermula dari rombongan yang berasal dari Thailand, yang mana menyeberang ke Sumatera. Rutenya sendiri diyakini mengambil jalur ke Semenanjung Malaysia, hingga akhirnya sampai ke Sianjur Mula-mula serta menetap disana. Tentunya wilayah tersebut, meski sudah mengalami berbagai cash. Cerita Si Raja Batak mungkin bukanlah kisah yang terlampau aneh dan baru untuk diketahui, mengingat cerita ini sudah terjadi sejak ini juga menjadi asal-usul berbagai hal seputar suku batak, beberapa info menarik soal asal-usul cerita Si Raja Batak adalah1. Sejarah Batak Si Raja Batak, dalam versi aslinya, bermula dari rombongan yang berasal dari Thailand, yang mana menyeberang ke Sumatera. Rutenya sendiri diyakini mengambil jalur ke Semenanjung Malaysia, hingga akhirnya sampai ke Sianjur Mula-mula serta menetap wilayah tersebut, meski sudah mengalami berbagai perubahan, tetap dianggap sebagai awal mula keberadaan suku Batak. Sebab dalam cerita aslinya, hal tersebut benar-benar diceritakan dengan cukup detail, maka tak heran jika banyak yang memercayainya. Baca Juga Ke Bukit Lawang, Menteri Sandiaga Uno Hiking Lihat Orangutan 2. Prasasti di Portibi 1208Prof Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan berasal dari Madras, India, menemukan prasasti tahun 1208 di Portibi yang kemudian dibaca. Melalui prasasti tersebut, beliau menjelaskan bahwa di 74hU. 1024, kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya sekaligus menguasai daerah hubungannya dengan Si Raja Batak adalah waktu dari diperkirakan hidup pada tahun 1200. Sedangkan, Raja Sisingamangaraja ke XII diyakini sebagai keturunan Si Raja Batak generasi yang wafat pada tahun dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan besar leluhur dari Si Raja Batak merupakan pejabat atau pejuang dari Sriwijaya. Kedudukannya sendiri diyakini ada di Barus, sebab pada abad tersebut, kerajaan Sriwijaya menguasai seluruh Nusantara. Sedangkan, kepemimpinan dari Si Raja Batak mulai berubah setelah kerajaan Cola menyerang. Sehingga mereka terdesak dan mencoba memperluas wilayah dengan perang untuk mendapat kekuasaan perang dan keuntungan lainnya, yang mencakup Danau Toba, Simalungun, Tanah Karo, Dairi dan sebagian wilayah Kerajaan Majapahit dan Si Raja Si Raja Batak juga berhubungan dengan kerajaan Majapahit, dimana diceritakan bahwa kerajaan Majapahit menyerang Si Raja Batak sampai terdesak. Akhirnya, rombongan Si Raja Batak pun kembali memperluas wilayah di sekitar Danau Toba untuk kepentingannya dan perlindungan Julukan dan KerajaanMengapa Si Raja Batak tidak disebut kerajaan dan lebih sering disebut sebagai suatu kelompok atau rombongan? Karena memang tidak ada bukti konkret yang menjelaskan bahwa kerajaan Batak benar-benar Si Raja Batak sendiri lebih menekankan pada penghormatan pada yang lebih tinggi, bukan julukan seperti raja pada umumnya. Maka dari itu, berbeda dengan kerajaan lain, Si Raja Batak lebih cocok disebut sebagai kelompok atau memiliki wilayah kekuasaan, namun yang mengatur dan segala strukturnya pun tidak banyak diketahui sebab memang Si Raja Batak bukanlah orang yang memimpin negeri atau kerajaan. 5. Tradisi Suku BatakCerita dari asal-muasal Si Raja Batak sangat berpengaruh pada perkembangan orang Batak sampai saat ini terhadap tradisi leluhur. Salah satunya adalah memberi sematan atau julukan raja sebagai pun makam leluhur dihiasi sedemikian rupa, bahkan menggunakan tugu dengan harga yang mahal dengan tujuan memperkokoh tradisi. Tentunya, agar hal ini tidak dilupakan oleh generasi muda begitu Marga Orang Batak Berdasarkan JenisMarga adalah nama yang diemban oleh anak laki-laki di Suku Batak, marga sendiri sangat banyak di suku ini, yakni sekitar 227 nama marga. Namun, pada Tarombo Naimarata diterangkan bahwa Si Raja Batak mempunyai 3 tiga orang anak, yang mana mereka meneruskan pimpinan Si Raja sebab itulah, 3 marga dari anak Si Raja Batak ini menjadi asal mula bagaimana marga Suku Batak terbentuk hingga sekarang. Sebab marga sendiri bisa diubah pada anak perempuan ketika menikah, jika memang Banyak versi Si Raja yang turun-temurun melahirkan budaya yang beragam, sama seperti cerita Si Raja Batak ini, yang mana ada dalam berbagai versi namun melahirkan banyak tradisi. Dari tradisi tersebut, Anda bisa mempelajari banyak hal, contohnya mengenai kepercayaan dan sejarah leluhur pada masa Si Raja Batak bisa Anda jadikan referensi studi atau penelitian karya ilmiah yang lebih terperinci dengan mengedepankan berbagai hal, seperti sejarah. Maka dari itulah, mengapa semua suku memiliki tradisinya sendiri, yang mana mungkin berbeda dari suku lainnya, karena jelas sejarah yang dilalui pun berbeda. Baca Juga Tayang di Serial Netflix, Ini Sejarah Taman Nasional Gunung Leuser ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSI TERHADAP CERITA RAKYAT BATAK TOBA Mulajadi Na Bolon, Datu Parngongo, dan Angkalau Skripsi Oleh Daniel Simanullang 050701012 DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN Bersama ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini belum ditulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh. Medan, Sepetember 2009 Daniel Simanullang Universitas Sumatera Utara ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSI TERHADAP CERITA RAKYAT BATAK TOBA Mulajadi Na Bolon, Datu Parngongo, dan Angkalau Oleh Daniel Simanullang 050701012 Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah di setujui oleh Pembimbing I, Pembimbing II, Dra. Peraturen Suka Piring, NIP 19441208 197412 2 001 Sitepu, NIP 19560403 198601 1 001 Departemen Sastra Indonesia Ketua Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP 19621419 198703 2 001 Universitas Sumatera Utara PRAKATA Skripsi ā€œAnalisis Struktural dan Fungsi Terhadap Cerita Rakyat Batak Toba Mulajadi Na Bolon, Datu Parngongo, dan Angkalauā€ ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra USU Medan. Untuk itu peneliti memanjatkan puji dan syukur atas selesainya penelitian ini. Skripsi ini membahas struktur dan fungsi yang ada dalam cerita rakyat Batak Toba. Cerita tersebut memiliki struktur yang sama dengan struktur karya sastra lainnya dan fungsi bagi masyarakat yang memilikinya. Untuk menyelesaikan penelitian ini, peneliti dibantu berbagai pihak baik dukungan moral dan material, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada 1. Prof. Syaifuddin, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, PD I Drs. Aminullah, PD II Drs. Samsul Tarigan, dan PD III Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum. 2. Dra. Nurhayati Harahap, selaku Ketua Departemen dan Dra. Mascahaya, selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 3. Dosen Pembimbing skripsi I Dra. Peraturen Sukapiring, dan Dosen Pembimbing skripsi II Drs. Gustaf Sitepu, M. Hum. 4. Dosen pembimbing akademik peneliti, Dra. Anni Krisna Siregar almarhumah dan Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Sastra Indonesia USU. 6. Prof. Ahmad Samin Siregar, Drs. D. Syahrial Isa, dan Drs. Kabar Bangun† Universitas Sumatera Utara 7. Seluruh staf dan pegawai di Departemen Sastra Indonesia USU. 8. Keluarga besar Op Samuel Simanullang/br. Lbn Gaol dan Op Bonor Simanullang/br. Purba/br. Hutasoit . 10. Lae Gaol dan Ito R. Br. Manullang sebagai sosok orang tua pengganti bagi peneliti beserta keponakan,Yuda, Kevin, Lucy, dan Agnes. 11. Sosok yang sangat bermakna bagi peneliti, Melati Veronika Pakpahan dan keluarga. 12. Sahabat yang mewarnai hari-hari peneliti, Rikardo02, Baim, Ori, Tukimein, Zack, K’Rapi, Vina, Intan, Lilis, Eni, Lady, Sabrun,Wira, David, Reza, semua anak stambuk 2005, anak KBT Gopal, Jumadi, dan kawan-kawan, T ā€œOā€bang Awaluddin, PSS, Gemapala, adik-adik 06, 07, 2008, 2009 Dwi dan Lina yang mengajarkan Bahasa Melayu dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Akhirnya, dengan kebesaran hati, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan dari Bapak/Ibu serta pembaca. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca. Medan, February 201 Penulis Daniel Simanullang Universitas Sumatera Utara ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSI TERHADAP CERITA RAKYAT BATAK TOBA Mulajadi Na Bolon, Datu Parngongo, dan Angkalau Oleh Daniel Simanullang Abstrak Kata Kunci Foklore, motifeme, Batak Toba, struktural, dan fungsi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur cerita rakyat Batak Toba dan fungsi cerita rakyat tersebut bagi masyarakat yang memilikinya dalam hal ini masyarakat Batak Toba. Penganalisisan ini diharapkan menambah bahan bacaan pembaca, peneliti tentang struktur dan fungsi cerita rakyat. Penelitian ini diharapkan mampu meperkaya refrensi ilmu sastra khususnya mata kuliah folklore. Teknik penelitian dilakukan dengan analisis deskriptif dengan mencatat data hasil analisis dalam kartu data yang terlebih dahulu naskah dibaca dengan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik. Analisis dilakukan dengan memilah-milah struktur cerita rakyat sesuai dengan teori sturuktural Propp dan mengelompokkanya secara sederhana dalam motifeme-motifeme yang disampaikan oleh Alan Dundes. Kemudian dilanjutakan dengan penelitian berdasarkan teori fungsi yang disampaikan oleh William R. Bascom berdasarakan apa yang ada dalam cerita tersebut dan untuk melegitimasi teori fungsi tersebut peneliti menyebarkan angket dengan metode acak terhadap kelompok yang sesuai dengan syarat yang ditentukan peneliti dalam angket tersebut. Sehingga dari penganalisisan data tersebut dapat diperoleh hasil sebagai berikut. Cerita rakyat Batak Toba memiliki kesamaan bentuk motifeme-motifeme dengan cerita rakyat lainnya. Setiap bagian memiliki hubungan sebab akibat yang ditandai dengan adanya pelanggaran dan konsekuensi yang diterima akibat pelanggaran tersebut. Dari hasil analisis dapatlah disimpulkan bahwa cerita rakyat Batak Toba memiliki kesamaan motifeme/ function dengan cerita rakyat lainnya. Fungsi yang ada pada cerita rakyat memiliki fungsi yang sama dengan apa yang dijelaskan oleh William R Bascom dalam teori fungsi mengenai cerita rakyat. Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA ....................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................. 4 Pembatasan Masalah ............................................................................. 5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 Manfaat Teoritis ............................................................... 5 Manfaat Praktis ............................................................... 6 BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, dan TINJAUAN PUSTAKA.......... 7 Konsep .................................................................................................. 7 Struktur ........................................................................................ 7 Fungsi .......................................................................................... 7 Folklore........................................................................................ 8 Batak Toba ................................................................................... 8 Landasan Teori ...................................................................................... 9 Tinjauan Pustaka ................................................................................... 13 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 15 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 15 Universitas Sumatera Utara Lokasi Penelitian ........................................................................ 15 Waktu Penelitian ......................................................................... 15 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 15 Teknik Analisis Data .............................................................................. 17 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 25 Struktur Cerita Rakyat Batak Toba ........................................................ 25 Cerita Rakyat Debata Mulajadi Nabolon ...................................... 25 Struktur Cerita Legenda Datu Parngongo ..................................... 43 Struktur Cerita Dongeng Angkalau ............................................... 54 Analisis Fungsi ..................................................................................... 65 BAB V SIMPULAN dan SARAN .................................................................... 78 kesimpulan ............................................................................................. 78 Saran ..................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81 Universitas Sumatera Utara Home Ā» Sudut Pandang Ā» Cerita dari Batak Toba Gender, Perempuan, dan Budaya Patriarki Laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan gender, diantaranya sifat biologis, fisik dan psikis. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tersebut sering melahirkan perdebatan apalagi di era saat ini. Perdebatan peran akhirnya memunculkan beberapa paham dan budaya, salah satunya budaya patriarki. Budaya ini berlaku pada suku Batak Toba. Perempuan Batak Toba mendapat diskriminasi gender dalam adat. Seorang istri harus selalu berada di bawah otoritas suami, serta saudara perempuan harus menghormati saudara laki-laki dan memiliki peran di bagian dapur sebagai parhobas pelayan dalam setiap acara kekeluargaan. Budaya patriarki adalah sistem yang memposisikan laki-laki sebagai pemilik otoritas dan kekuasaan dalam setiap aspek kehidupan. Perempuan dalam sistem ini tidak memiliki kebebasan dan selalu berada di bawah kuasa laki-laki. Di zaman prasejarah saat manusia masih belum mengenal tulisan, kedudukan perempuan dan laki-laki sama. Hal tersebut diperkuat oleh tulisan Simon de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex, yang dikutip oleh Tobing 199991-92. Perempuan pada zaman itu memiliki peran penting seperti melahirkan, mengurus keluarga, dan menjahit pakaian bagi keluarganya. Sedangkan laki-laki bertugas mencari makan dan melindungi keluarga dari hal-hal di luar. Selain itu, pemegang otoritas dalam keluarga adalah perempuan. Namun peran tersebut dianggap sederajat, karena masing-masing memiliki keunggulan dalam aspek kehidupan. Setelah terjadi kemajuan zaman, pekerjaan perempuan tergantikan dengan adanya alat-alat yang bisa membantu. Majunya teknologi saat itu membuat laki-laki menjadi lebih dominan dan peran perempuan menurun. Banyak pekerjaan perempuan yang digantikan laki-laki dengan bantuan alat. Kesenggangan peran tersebut terus terjadi sampai lahirnya revolusi industri di Inggris, peran perempuan dalam membuat pakaian pun tergantikan oleh kemajuan teknologi saat itu. Derajat perempuan menjadi di bawah laki-laki, bahkan laki-laki dihormati seperti raja dalam keluarga Tobing 199991-92. Budaya tersebut berbalik setelah lahirnya revolusi industri di Inggris, saat itu alat-alat yang dapat membantu pekerjaan manusia bermunculan, sehingga pekerjaan perempuan banyak yang tergantikan dengan memanfaatkan alat-alat yang ada. Majunya industri saat itu berdampak pada peran laki-laki yang lebih menonjol dari pada perempuan. Sistem tersebut akhirnya terus berkembang dan diturunkan ke setiap generasi sebagai adat istiadat yang harus dilakukan. Di Indonesia sendiri budaya patriarki masih sangat kental meskipun sebelumnya sudah ada pelopor emansipasi wanita yakni Kartini, tapi tetap saja banyak yang memandang perempuan sebagai makhluk lemah yang hanya bisa dijadikan objek. Perempuan dianggap tidak layak memimpin dan tidak akan pernah bisa menyaingi laki-laki dalam berbagai aspek. Segala yang berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan politik adalah ranah laki-laki, sedangkan perempuan hanya boleh fokus pada ranah domestik. Budaya patriarki ini banyak terjadi di berbagai daerah, suku, bahkan bangsa. Bahkan dari banyaknya suku di Indonesia beberapa di antaranya juga masih menganut budaya patriarki. Salah satu suku yang terkenal dengan patriarkinya adalah suku Batak. Suku Batak cukup dikenal dengan suku yang masih memegang kuat adat istiadat dan budayanya. Ke mana pun dan di mana pun, suku Batak tetap kental dengan adatnya. Selain itu, suku Batak juga dikenal sebagai suku yang orang-orangnya banyak merantau ke hampir setiap daerah di Indonesia. Khususnya di pulau Jawa. Saat merantau pun orang-orang Batak di perantauan tidak melupakan dan tidak lepas dari adat istiadatnya. Bahkan mereka membuat kumpulan-kumpulan Batak berdasarkan marga atau tempat tinggal. Suku Batak sendiri terbagi berdasarkan wilayahnya, yaitu Batak bagian selatan, timur dan utara Danau Toba. Bagian selatan yaitu Batak Toba dan Angkola. Bagian timur Batak Simalungun, sedangkan bagian utara Batak Karo dan Batak Dairi atau biasa disebut Pak-pak. Suku Batak Toba adalah salah satu yang paling menonjol dan sering terdengar namanya. Budaya patriarki dalam suku Batak khususnya Batak Toba bisa dibilang masih melekat dan telah berkembang menjadi tradisi. Dalam suku Batak Toba terdapat sistem kekerabatan yang menampilkan budaya patriarki yaitu Dalihan Na Tolu dalam bahasa Indonesia berarti Tungku Nan Tiga. Tiga unsur dalam Dalihan Na Tolu diantaranya – Manat Mardongan Tubu kerabat satu marga, artinya memelihara hubungan antar kerabat satu marga khususnya laki-laki. – Elek Marboru anak perempuan, artinya membujuk dan mengayomi saudara perempuan. – Somba Marhula-hula keluarga perempuan, saudara perempuan harus hormat kepada saudara laki-laki dan orang tua. Sistem kekerabatan tersebut masih sangat kental digunakan dan diterapkan suku Batak sebagai sikap dalam memperlakukan orang lain. Dua diantaranya dilakukan setelah ada pernikahan, yaitu Elek Marboru dan Somba Marhula-hula. Dua unsur tersebut merupakan cerminan patriarki antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Dalam setiap acara adat biasanya saudara perempuan tidak begitu dipandang dan hanya sebagai tamu yang tidak banyak ikut andil dalam acara utama, tapi memegang peran di dapur atau sering disebut parhobas yang artinya pelayan. Sedangkan saudara laki-laki menjadi raja dan tokoh utama dalam acara adat. Itu harus dan mutlak. Dalam adat masyarakat Toba, perempuan dipandang sebagai anak yang berada di urutan kedua, sedangkan anak laki-laki di urutan pertama, bahkan dianggap raja. Anak laki-laki dalam suku Batak sangat diagungkan dan diharapkan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki peran besar dalam membawa dan meneruskan nama keluarga atau biasa disebut marga. Marga adalah identitas berharga dan penting dalam suku Batak. Sebagai tanda kekerabatan marga hanya diturunkan dari laki-laki. Anak perempuan dalam suku Batak Toba dianggap penting dalam hal menghasilkan penerus bagi marga para laki-laki. Bisa dikatakan dalam satu keluarga dipandang cacat jika tidak memiliki anak laki-laki, tapi tidak berpengaruh jika tidak memiliki anak perempuan. Untuk anak perempuan, marga hanya akan berhenti sampai mereka saja, bahkan setelah menikah mereka akan lebih dikenal lewat marga laki-laki atau suami. Setelah menikah, anak perempuan akan ikut sepenuhnya ke keluarga suami karena dia telah dibeli dengan sinamot, sehingga dia tidak begitu wajib dalam membantu mengurus orang tua, tapi wajib mengurus mertua. Patriarki antara suami dan istri di suku Batak Toba tidak jauh berbeda dengan suku dan daerah lainnya. Perempuan harus mengurus rumah dan keluarga, melayani suami dengan baik, patuh, dan hormat terhadap suami tanpa bantahan apapun. Laki-laki sebagai pemimpin yang memegang kendali dan aktif terjun ke publik. Saat ini, zaman semakin berkembang dan semakin banyak yang memperdebatkan bahkan menyatakan dengan terang-terangan kontra terhadap budaya patriarki. Perempuan pun sudah mulai muncul dan terlibat dalam hal-hal umum di masyarakat, begitupun perempuan Batak Toba. Bahkan dalam beberapa kejadian perempuan Batak sering dianggap lebih keras dan bijak daripada laki-laki, terutama dalam hubungan rumah tangga. Namun dalam adat istiadat terutama dalam sistem Dalihan Na Tolu, kedudukan perempuan masih belum mengalami perubahan atau mungkin tidak akan mengalami perubahan. Adat istiadat yang telah lama diturunkan dan sangat kental dalam suku Batak membuat budaya patriarki tersebut akan terus berlangsung. Pihak perempuan Batak pun sejauh ini masih menerima dan merasa layak diperlakukan seperti itu. Referensi Simanjuntak, R. S. R. 2021. Eksistensi Perempuan Batak Toba di Parlemen Kabupaten Samosir dalam Budaya Patriarki. Romaia, N. N. 2001. POSISI PEREMPUAN DALAM ADAT DAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT BATAK TOBA Studi Deskriptif Tentang Subordinasi Perempuan Batak Toba di Yogyakarta Dilihat dari Sistem Ke. kerabatan Daliban Na Tolu Doctoral dissertation, UAJY.

cerita rakyat dalam bahasa batak